Gerakan koperasi pertama kali digagas oleh Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Kemudian dikembangkan oleh William King (1786–1865), dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi. Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya.
Di Indonesia, koperasi diperkenalkan oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Belanda yang khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, sempat mengeluarkan undang-undang yang mematikan usaha ini hingga dua kali.
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia, dan mendirikan “koperasi kumiyai.” Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun kemudian fungsinya berubah drastis, dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan dan menyengsarakan rakyat. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, diadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia hingga saat ini.
Ekonomi Kerakyatan
Dalam Undang-undang No 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi mempunyai fungsi dan peran: 1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; 2) Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; 3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya; dan 4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
Jelas sekali di sini bahwa koperasi menganut paham ekonomi kerakyatan yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia saat ini. Itu tergambar, terutama dalam poin keempat bahwa koperasi merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Di sinilah koperasi mempunyai peran dan kontribusi penting dalam memajukan ekonomi kerakyatan di Indonesia. Koperasi bukan hanya membawa manfaat secara ekonomi, tetapi juga membawa manfaat dan kebaikan secara sosial, serta mendatangkan pula rasa keadilan. Ini semua sesuai tujuan pembangunan dan harapan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai tiang dan sokoguru ekonomi Indonesia, koperasi menganut ekonomi terbuka dan berkeadilan sosial. Setiap anggota mempunyai hak yang sama dengan anggota lainnya, sesuai dengan apa yang telah diberikannya untuk usaha koperasi tersebut. Ini terdapat juga dalam UU No 25 tahun 1992 Pasal 5 tentang prinsip koperasi, bahwa salah satunya pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota dalam koperasi.
Koperasi merupakan usaha paling efektif dalam mengurangi kemiskinan, dan paling tepat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Peran koperasi dalam mengatasi dan memberikan jalan keluar pada krisis pangan dan energi jauh sangat nyata. Koperasi lebih mampu melakukan kegiatan konkret untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mengembangkan energi alternatif.
Oleh karena itu, kita mengharapkan koperasi dapat menempatkan diri sebagai gerakan eknomi yang mampu membawa perubahan besar bagi perekonomian bangsa, dengan menggerakkan eknomi rakyat secara mandiri, berkeadilan dan berkelanjutan. Kalau pengangguran ingin berkurang, koperasilah yang seharusnya dikembangkan. Karena koperasi diyakini bisa mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh ekonomi pasar, demi pemerataan dan keadilan pembangunan. Belum Mampu Bersaing
Masalahnya sekarang, koperasi belum mampu bersaing dalam sistem perekonomian Indonesia. Koperasi Indonesia gagal untuk bergerak maju dengan prestasi yang sepadan dengan badan usaha lain yang bebentuk perseroan terbatas (PT). Padahal koperasi juga merupakan badan hukum yang diakui, setara dengan PT atau bentuk badan hukum lainnya untuk badan usaha.
Berbeda dengan PT, saat ini koperasi masih sering dianggap sebelah mata dan dianggap sebagai badan usaha kelas dua. Pada tender-tender di lingkungan pemerintahan pun, koperasi sering dianggap tidak mampu. Padahal menurut Keputusan Presiden (Keppres) No 80 tahun 1988 yang mengatur pengadaan barang dan jasa pemerintah, mengatur khusus bahwa koperasi harus diberi tempat.
Selain itu, sampai sekarang sangat jarang sekali ditemui koperasi yang menggeluti bidang-bidang dengan kebutuhan keterampilan dan teknologi canggih. Koperasi lebih banyak hanya berkutat pada bidang perdagangan umum dengan membuka toko serba ada (toserba), meningkat ke usaha warung telepon (wartel) atau mungkin warung internet (warnet). Malah yang lebih banyak saat ini adalah kospin alias koperasi simpan pinjam.
Sangat sulit menemui koperasi yang bergerak di bidang software development atau terjun di bidang IT, misalnya. Seperti usaha yang dijalankan koperasi milik pegawai PT Lintas Artha Jakarta yang mengelola bisnis outsourcing, dengan memasok teknisi-teknisi IT baru lulusan SMK untuk dipersiapkan menjadi pegawai di PT Lintas Artha sendiri.
Itulah beda koperasi Indonesia dengan negara-negara lainnya yang jauh lebih maju seperti di Eropa. Padahal jika dikembangkan lebih jauh lagi, bisnis koperasi ini bisa juga besar seperti yang dijalankan sebuah PT. Tinggal bagaimana usaha mencari peluang dan me-manage-nya. Jalan menuju ekonomi yang jauh lebih baik lagi dengan menganut paham ekonomi kerakyatan tentu hanya akan tinggal menunggu waktu.
Semoga koperasi Indonesia semakin maju dan bisa eksis di sistem ekonomi pasar berideologi liberal-kapitalis yang diseret masuk ke Indonesia dan semakin mengkeram perekonomian di negeri ini. Tentu saja, koperasi tetap dengan ekonomi kerakyatannya.
Di Indonesia, koperasi diperkenalkan oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Belanda yang khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, sempat mengeluarkan undang-undang yang mematikan usaha ini hingga dua kali.
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia, dan mendirikan “koperasi kumiyai.” Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun kemudian fungsinya berubah drastis, dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan dan menyengsarakan rakyat. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, diadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia hingga saat ini.
Ekonomi Kerakyatan
Dalam Undang-undang No 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi mempunyai fungsi dan peran: 1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; 2) Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; 3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya; dan 4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
Jelas sekali di sini bahwa koperasi menganut paham ekonomi kerakyatan yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia saat ini. Itu tergambar, terutama dalam poin keempat bahwa koperasi merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Di sinilah koperasi mempunyai peran dan kontribusi penting dalam memajukan ekonomi kerakyatan di Indonesia. Koperasi bukan hanya membawa manfaat secara ekonomi, tetapi juga membawa manfaat dan kebaikan secara sosial, serta mendatangkan pula rasa keadilan. Ini semua sesuai tujuan pembangunan dan harapan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai tiang dan sokoguru ekonomi Indonesia, koperasi menganut ekonomi terbuka dan berkeadilan sosial. Setiap anggota mempunyai hak yang sama dengan anggota lainnya, sesuai dengan apa yang telah diberikannya untuk usaha koperasi tersebut. Ini terdapat juga dalam UU No 25 tahun 1992 Pasal 5 tentang prinsip koperasi, bahwa salah satunya pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota dalam koperasi.
Koperasi merupakan usaha paling efektif dalam mengurangi kemiskinan, dan paling tepat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Peran koperasi dalam mengatasi dan memberikan jalan keluar pada krisis pangan dan energi jauh sangat nyata. Koperasi lebih mampu melakukan kegiatan konkret untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mengembangkan energi alternatif.
Oleh karena itu, kita mengharapkan koperasi dapat menempatkan diri sebagai gerakan eknomi yang mampu membawa perubahan besar bagi perekonomian bangsa, dengan menggerakkan eknomi rakyat secara mandiri, berkeadilan dan berkelanjutan. Kalau pengangguran ingin berkurang, koperasilah yang seharusnya dikembangkan. Karena koperasi diyakini bisa mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh ekonomi pasar, demi pemerataan dan keadilan pembangunan. Belum Mampu Bersaing
Masalahnya sekarang, koperasi belum mampu bersaing dalam sistem perekonomian Indonesia. Koperasi Indonesia gagal untuk bergerak maju dengan prestasi yang sepadan dengan badan usaha lain yang bebentuk perseroan terbatas (PT). Padahal koperasi juga merupakan badan hukum yang diakui, setara dengan PT atau bentuk badan hukum lainnya untuk badan usaha.
Berbeda dengan PT, saat ini koperasi masih sering dianggap sebelah mata dan dianggap sebagai badan usaha kelas dua. Pada tender-tender di lingkungan pemerintahan pun, koperasi sering dianggap tidak mampu. Padahal menurut Keputusan Presiden (Keppres) No 80 tahun 1988 yang mengatur pengadaan barang dan jasa pemerintah, mengatur khusus bahwa koperasi harus diberi tempat.
Selain itu, sampai sekarang sangat jarang sekali ditemui koperasi yang menggeluti bidang-bidang dengan kebutuhan keterampilan dan teknologi canggih. Koperasi lebih banyak hanya berkutat pada bidang perdagangan umum dengan membuka toko serba ada (toserba), meningkat ke usaha warung telepon (wartel) atau mungkin warung internet (warnet). Malah yang lebih banyak saat ini adalah kospin alias koperasi simpan pinjam.
Sangat sulit menemui koperasi yang bergerak di bidang software development atau terjun di bidang IT, misalnya. Seperti usaha yang dijalankan koperasi milik pegawai PT Lintas Artha Jakarta yang mengelola bisnis outsourcing, dengan memasok teknisi-teknisi IT baru lulusan SMK untuk dipersiapkan menjadi pegawai di PT Lintas Artha sendiri.
Itulah beda koperasi Indonesia dengan negara-negara lainnya yang jauh lebih maju seperti di Eropa. Padahal jika dikembangkan lebih jauh lagi, bisnis koperasi ini bisa juga besar seperti yang dijalankan sebuah PT. Tinggal bagaimana usaha mencari peluang dan me-manage-nya. Jalan menuju ekonomi yang jauh lebih baik lagi dengan menganut paham ekonomi kerakyatan tentu hanya akan tinggal menunggu waktu.
Semoga koperasi Indonesia semakin maju dan bisa eksis di sistem ekonomi pasar berideologi liberal-kapitalis yang diseret masuk ke Indonesia dan semakin mengkeram perekonomian di negeri ini. Tentu saja, koperasi tetap dengan ekonomi kerakyatannya.